April 10, 2014

Benang Merah II

Separuh dari akal sehatku berfikir kau...
Ah, aku lupa. Saat memikirkanmu aku merasa kehilangan akal sehatku. Gila? Bukan. Aku bilang "separuh" jadi masih ada sisa akal sehatku yang dengan sadar mengeja namamu.
Sebelum otakku bosan akan senyummu, tatapanmu, tutur katamu, dan segala hal tentang kamu, ada baiknya aku sudahi imaji hari ini.
Tapi...
Hati masih saja tak mau memberikan kerjasama untuk (sejenak) melupakanmu.
Apalagi dibantu airmata tuhan yang menawarkan kesempatan "bersenang-senang dengan kenangan."




****
Hujan memang selalu memiliki kemampuan yang istimewa dalam meresonansikan ingatan-ingatan (masa lalu). teori itu benar-benar tak mampu ku sanggah.
Seperti hujan ini, meskipun tak langsung menari di atas tubuhku aku tetap merasakan tamparan kenangan yang seakan ikut bergetar seirama rintiknya.
Terutama tentangmu...
Kata orang, hujan memiliki lagu yang hanya bisa di dengar oleh mereka yang rindu. itu agak konyol, tapi tanpa bukti ilmiah, hipotesa itu ada benarnya juga. Yah, logis-lah.
Seperti malam ini, meskipun tak tau nada-nada apa yang dikirim tuhan lewat hujan, aku tetap memahami isi lagunya, rindu.
Lagi-lagi tentangmu...
Ini tentang puzzle yang sempat kita buat, dan kau ingat? Baru separuh utuh. Belum sempat aku mengajakmu merangkai bagian-bagian yang tak sesuai, aku mendapatimu kelelahan.
Dalam kasus ini "lelah" yang kau dapati berbeda dengan kasus "aku menemanimu melewati batas kota". Aku faham benar, kau terlalu lelah menungguku memilih potongan mana yang sebaiknya aku buang.
Sungguh, aku tak bermaksud membiarkanmu menunggu. Hanya saja ego-ku berharap begitu lebih. Aku tak ingin sekedar kau tunggu. Aku mau kau memaksaku membuang bagian yang tak kau ingini. Aku mau kau membantuku memasang potongan yang menurutmu lebih sesuai. -setidaknya menurut kita-
Itupun kalau kau sudi...
Jika tidak, jelaskan padaku. sekali saja, benang merahnya.

No comments:

Post a Comment