Dear 'Teh Risa', saya izin re-type sedikit karya-mu.
I don't
even know, kenapa suka banget sama prolog ini...
I do feel
every phrases, bahkan mungkin tiap syllable-nya.
Prolog
Dari sekian
banyak garis hidup manusia yang Kau gambarkan, mengapa harus garis hidupku yang
Kau buat berliku? Mengapa tak Kau buat lurus saja? Mungkin tanganMu tak akan
terlalu pegal jika dibandingkan harus membuat garis-garis itu jadi sembarang.
Hidupku begitu
semrawut! Aku kerapkali mengutuknya. Kau pasti bosan mendengar hatiku menjerit
mencakar setiap relung dalam benak. Mereka bilang Kau pasti mendengarnya. Betul
begitu?