July 29, 2016
June 29, 2016
Purnama Bulan Juni
"Is there something in the sky?" tanya Rey.
Demi melihat kerutkeningnya, aku tersenyum berbisik "Ada yang cantik."
Sedari tadi, aku tak memerhatikan pijakan kakiku, tak mengacuhkan leherku yang mulai terasa kaku, bahkan pria di sampingku kubiarkan menggerutu.
Langitnya cantik. Purnama menggantung sempurna, sesekali sembunyi di balik mega. Tampak meraja di tengah langit yang kebetulan benar-benar gulita. Aku penasaran, apa jadinya jika purnama terjadi di senja hari?
Eh, jangan!
Sepertinya aku faham. Takaran Tuhan dalam membagi keindahan sudah benar adanya. Tepat waktunya. Dan....
"Rey, would you be my dawny?"
"Ha?!" .....
March 01, 2016
Summary February
These fates never seem by my side
Even I try to keep going straight
It was always ended by lost around its wild
And again, I just being dumb hoping everything going right
I barely ever stop asking as a foolish cad
Why should it be so sad?
Why is there something called mad?
Why do I lose of thankfulness for anything I've ever had?
But in the end, my dearest God....
February 15, 2016
Belum Ma(mp)u
Akhir-akhir
ini langit seringkali tampak cantik. Kalau ada yang bilang menatap langit
seperti menatap cermin, aku kurang setuju. Pasalnya, segelap apapun awan di
langit, tetap saja tampak menarik. Sementara menatap cermin (?) --- bahkan
ketika aku mati-matian melukis paras tetap saja terlihat , emm apa ya?! Eh,
kok gak bersyukur.
Aku mulai
faham langkahku sedikit salah arah, mungkin benar-benar salah. Terlebih setelah
melihat banyak teman-temanmu berubah begitu baik, ke arah-Nya. Tapi sungguh,
muskil sekali berbalik, atau menuju arah yang tepat. Sekali lagi, aku takut.
Aku terlalu takut untuk memulai membiasakan hal-hal yang benar. Maksudku, yang seharusnya. Mungkin karena aku terlalu "mem-benarkan"
kebiasaan. Atau mungkin aku takut memulainya sendirian. Emmm, jadi.... maksudku.... maukah kamu...?
February 14, 2016
February 11, 2016
Summary January
Kala itu, dari sini, akhir januari tampak lembab. Aku terjembab di ujung kalimat :
"Bahagiamu mahal sekali, sampai langit harus menangis."
Aku sempat berkerut kening, hingga :
Bahkan jika benar-benar mahal, bukankah bahagia itu sederhana?
Sederhana, sesuai selera.
Lantas, boleh aku berbisik : mungkin seleraku memang mahal?!
Subscribe to:
Posts (Atom)